ANTARIKSA — Para ilmuwan telah menemukan bagaimana sel-sel hidup dapat merespons dan beradaptasi dengan keadaan hampir tanpa bobot yang dialami di luar angkasa. Penemuan ini akan membantu melindungi astronot dari risiko kesehatan yang merugikan saat menjalani misi luar angkasa jangka panjang.
Meskipun ruang angkasa tidak sepenuhnya bebas dari pengaruh gravitasi, terutama di sekitar Bumi, gaya fundamental ini jauh lebih lemah di orbit daripada di permukaan planet kita. Misalnya, efek gravitasi di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) 354 km di atas permukaan bumi, 90 persen lebih lemah daripada di terra firma. Gravitasi terbatas ini digambarkan sebagai mikrogravitasi dan diketahui memicu respons stres tertentu dalam sel makhluk hidup.
Para peneliti termasuk Rita Miller, profesor biokimia dan biologi molekuler di Oklahoma State University di Stillwater. Mereka menemukan bahwa pengubah protein yang disebut small ubiquitin-like modifier (SUMO) bisa membantu sel beradaptasi dengan gayaberat mikro pada keadaan simulasi artifisial.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
“Dalam kondisi gravitasi normal, SUMO diketahui merespons stres dan memainkan peran penting dalam banyak proses seluler, termasuk perbaikan kerusakan DNA, regulasi sitoskeleton, pembelahan sel, dan pergantian protein,” kata Miller dalam sebuah pernyataan. Menurut dia, penelitian mereka adalah yang pertama kali melihat SUMO berperan dalam respons sel terhadap gayaberat mikro.
SUMO biasanya berinteraksi dengan protein melalui dua jenis ikatan kimia. Pertama, dengan membentuk ikatan kovalen (pembagian elektron untuk membentuk pasangan elektron antar atom) dengan asam amino esensial yang disebut lisin. Kedua, melalui interaksi nonkovalen dengan pasangan pengikat lainnya. Miller dan timnya melihat kedua jenis ikatan SUMO dalam sel ragi di gravitasi Bumi dan dalam gayaberat mikro.
Mereka menemukan, dalam organisme yang biasa digunakan oleh ahli biologi untuk menilai dan memodelkan proses seluler itu, sel yang mereka analisis mengalami enam pembelahan seluler, baik terkena gravitasi bumi normal atau gayaberat mikro.
Untuk menemukan proses seluler yang dipengaruhi oleh gayaberat mikro, tim mensimulasikan kondisi ini dalam ragi menggunakan bejana kultur sel yang dikembangkan oleh NASA. Mereka kemudian membandingkan level ekspresi protein (cara protein disintesis, dimodifikasi, dan diatur dalam organisme hidup) dalam sel yang terpapar pada kondisi gravitasi gayaberat mikro dan dalam sel lain yang mengalami gravitasi normal Bumi. Mereka juga mencari protein mana yang berinteraksi dengan SUMO dalam setiap situasi.
Miller dan tim menemukan bahwa dalam gayaberat mikro, 37 protein telah berinteraksi dengan SUMO. Hal itu menunjukkan tingkat ekspresi meningkat sebesar 50 persen dibandingkan dengan pengukuran yang sama dalam sel yang terpapar gravitasi di bumi.
Dari 37 protein yang terpengaruh, ada beberapa yang sangat penting untuk memperbaiki DNA yang rusak. Untuk diketahui, kerusakan DNA bisa terjadi di luar angkasa karena meningkatnya risiko paparan radiasi kosmik. Protein lain yang berinteraksi dengan SUMO yang dipengaruhi oleh gayaberat mikro termasuk yang terlibat dalam produksi energi dan protein, mempertahankan bentuk sel, pembelahan sel, dan pengangkutan protein di dalam sel.
“Karena SUMO dapat memodifikasi beberapa faktor transkripsi, pekerjaan kami juga dapat mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana ia mengontrol berbagai kaskade pensinyalan sebagai respons terhadap gayaberat mikro yang disimulasikan,” kata Miller.
Saat ini, tim peneliti akan berusaha menemukan apakah kurangnya modifikasi SUMO pada protein terpilih sebenarnya dapat berbahaya bagi sel yang terpapar gayaberat mikro atau tidak. Mahasiswa pascasarjana di laboratorium Miller, Jeremy Sabo akan mempresentasikan temuan itu di Discover BMB, sebuah pertemuan tahunan American Society for Biochemistry and Molecular Biology (BMB). Pertemuan itu akan digelar antara 25 – 28 Maret 2023 di Seattle. Sumber: Space.com
Sumber:Republika