
Chikal Akmalul Fauzi
Politik | Thursday, 13 Apr 2023, 01:27 WIB
Pesta Demokrasi 2024 akan segera di gelar pada 14 Februari 2024 mendatang. Seluruh stakeholder pun tentu senantiasa menyiapkan barisan untuk menyambut pesta demokrasi 2024. Tim Tim pengawasan dan pemantau pemilu dari kalangan mahasiswa sampai masyarakat, sudah mulai melakukan tugasnya, seperti survey elektabilitas calon legislative sampai dengan presiden. Tim penyelenggara dan pengawasan dari tingkat pusat sampai tingkat desa pun sudah mulai hadir di tengah tengah masyarakat untuk mensukseskan pesta demokrasi 2024, seperti melakukan coklit, survey, dan mengajak masyarakat untuk menjadi bagian pemilih yang kontributif dan partisipatif.
Ada tiga stakeholder yang harus ada dalam pesta demokrasi. Pertama yaitu pemilih, siapa yang dinamakan pemilih itu?pemilih merupakan masyarakat seluruh Indonesia yang minimal sudah 17 tahun. Kedua yaitu peserta pemilu, peserta pemilu merupakan partai politik yang ada di Indonesia dan tentu yang sudah tercantum namanya dalam draft Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketiga yaitu Penyelenggara pemilu, yang dimaksud dengan penyelanggara pemilu tentu di Indonesia ada tiga. Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Satu saja stakeholder dari ketiga ini tidak ada, maka di nyatakan proses pemilu gagal atau di tunda.
Prosesi pemilu yang senantiasa menjadi momentum untuk mendekap do’a dan harapan setiap masyarakat, tentu berpengaruh terhadap pilihan yang akan masyarakat pilih saat hari dimana pemilu di gelar. Karena, satu suara masyarakat berpengaruh untuk menentukan pemimpin yang akan memimpin Indonesia kedepan seperti presiden, DPR, sampai tingkatan Kabupaten/Kota. Artinya masyarakat yang seharusnya menjadi penentu pemimpin kedepan, bukan malah di tentukan oleh permainan politik politisi atau pejabat publik yang sekarang sedang menjabat di kursi kursi parlemen.
Kemudian, dalam prosesi menuju pemilu yang akan datang, tentu masyarakat berbodong bonding untuk mencari Identitasnya sebagai pemilih atau sebagai actor yang kiranya akan bermanuver dalam prosesi pemilu. Identitas yang senantiasa menjadi konstruk politik, tentu selalu hadir di tengah tengah masyarakat yang akan menjadi dinamika untuk senantiasa memeriahkan pesta demokrasi. Menurut penulis Firman Noor, Irine Hiraswari Gayatri, dan Syafuan Rozi menyematkan bahwa politik identitas merupakan strategi politik yang memfokuskan pada pembedaan dan pemanfaatan ikatan primordial sebagai kategori utamanya.
Artinya, dalam konteks pemilihan umum, politik pun perlu mempunyai Identitas, ntah sebagai aspek kekeluargaan, keagamaan, etnis, ras dan lain sebagainya. Di era disruptif seperti sekarang, terkadang politik Identitas hanya menjadi slogan belaka terutama dalam pusaran masyarakat daerah sampai tingkatan masyarakat desa, karena masyarakat lebih mengepankan aspek pendekatan kandidat pemilu kepada masyarakat, ntah berupa materil, jabatan dan lain sebagainya, yang kiranya dapat memicu tingkat elektabilitas kandidatnya.
Namun Politik Identitas pun perlu ada dalam pusaran masyarakat, karena untuk mengurangi potensi pemilih buta dikalangan masyarakat dan yang paling penting dapat meminimalisir pelanggaran pemilu, seperti politik uang, kampanye hitam, serangan fajar, makar, dan lain sebagainya. Karena Politik Identitas hadir untuk bisa merangkul dan merawat akar rumput untuk mengindahkan prosesi pemilahan umum. Seperti contohnya serentak untuk membantu dan mengusung kandidat dengan memberikan edukasi politik yang baik kepada masyarakat lainnya dengan aspek paguyuban daerah atau dalam aspek paling kecil yaitu kekeluargaan.
Yang menjadi evaluasi dan pembenahan bersama, bagaimana politik identitas diartikan dan dimaknai secara baik dan utuh, agar implikasi yang senantiasa hadir dimasyarakat pun dapat memberikan nuansa yang edukatif dan konstruktif dalam konteks politik. Karena walau bagaimanapun masyarakat adalah insan yang berdaulat secara politik dan tentu mempunyai hak penuh dalam berpolitik, baik secara politik formal procedural atau pun politik substansial. Sehingga, proyeksi dan prosesi pemilu yang digarap oleh masyarakat dapat menciptakan budaya politik partisipatif dan membawa angin segar politik ke seluruh penjuru daerah sampai tingkatan Desa.
Oleh : Chikal Akmalul Fauzi
Mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Sumber:Republika





