LalangBuana, JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis, menekankan pentingnya para dai dan pengurus masjid dapat menjaga ukhuwah umat di tahun politik.
Dia mengingatkan agar masjid tidak digunakan sebagai arena politik praktis. “Para dai dan DKM hendaknya dapat menjadikan masjid sebagai pusat penyatuan umat di tahun politik ini, mengingat biasanya di tahun-tahun politik banyak pihak yang ingin mencari suaranya di masjid, bahkan tak jarang ada calon tertentu yang rajin ke masjid menjelang pemilu dan saat tidak jadi tidak pernah ke masjid lagi,” ujar dia dalam keterangan kepada Republika.co.id, Senin (29/5/2023).
Hal ini ia sampaikan dalam kegiatan silaturahim yang digelar Komisi Dakwah MUI Kota Bandung, bekerjasama dengan Universitas Pasundan (UNPAS). Silaturahim bersama Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dan Dai se-Bandung Raya ini berlangsung di Gedung Rektorat Universitas Pasundan Bandung.
Kegiatan itu mengangkat tema “Urgensi Peran Dai dan Dewan Kemakmuran Masjid dalam Menjaga Ukhuwwah di Tahun Politik”. Dalam paparannya, Kiai Cholil menjelaskan perbedaan antara politik identitas dan identitas politik.
Dia menyebut jika yang dimaksud identitas politik, itu boleh. Warga masyarakat boleh memilih pemimpin berdasarkan identitas yang melekat kepadanya, apakah karena satu daerah, satu agama, atau satu kepentingan.
“Yang terpenting tidak memandang orang di luar dirinya itu sebagai musuh atau sampai menghukumi dengan hukum tertentu, misal munafik, kafir dan lain sebagainya. Atau sikap-sikap yang merasa paling benar sendiri,” lanjut dia.
Namun jika yang terjadi adalah politik identitas, hal ini disebut dilarang. Alasannya, politik identitas adalah sebuah terminologi tentang aktivitas politik yang ekslusif, yaitu memilih preferensi politik berdasar suku, ras dan agama dengan memandang preferensi pilihan politik di luar itu salah dan dia cenderung memusuhinya.
Baca juga: Mualaf Lourdes Loyola, Sersan Amerika yang Seluruh Keluarga Intinya Ikut Masuk Islam
Lebih lanjut, Kiai Cholil mengajak umat Islam hendaknya tidak abstain atau golput saat pemilu, karena hal ini dapat membahayakan bangsa. Umat Islam hendaknya menjadikan pemilu ini sebagai ajang untuk memilih pemimpin, bukan mencari musuh atau bahkan membuat permusuhan.
Berdasar pengalaman Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019, dia menyebut menjelang Pemilu digelar terjadi kerawanan sosial. Kondisi ini terjadi akibat terjadinya politik yang memecahbelah umat dan mengakibatkan polarisasi dari sisi agama, ras, suku, antargolongan dan lain-lain.
“Politik yang dapat memecahbelah umat sangat membahayakan persatuan dan kesatuan NKRI, sebagai Negara yang majemuk dan dapat merusak prinsip bhineka tunggal ika,” ujar Kiai Cholil.
Sumber:Republika