Kisah Sukses Desa Wukirsari Sleman Produksi Keju Berbahan Baku Lokal

LalangBuana, SLEMAN — Tim dari Kanwil Kemenkumham DIY mengunjungi lokasi pembuatan keju Tomme de Merapi di Desa Wukirsari, Kabupaten Sleman, DIY. Kunjungan Kemenkumham DIY itu dalam rangka menjajaki potensi indikasi geografis keju Tomme de Merapi yang dinilai bakal menjadi keju yang pertama di Asia.

Kepala Kanwil Kemenkumham DIY Agung Rektono Seto mengatakan potensi indikasi geografis keju Tomme de Merapi ini sangat besar karena bahan bakunya berasal dari wilayah Sleman. Ia mendorong agar potensi indikasi geografis ini dapat didaftarkan sebagai salah satu indikasi geografis dari DIY.

“Ternyata Indonesia bisa menghasilkan keju berkualitas, terlebih lagi ini dibuat dari bahan baku yang berasal dari Sleman. Tentu kami dari Kanwil Kemenkumham DIY mendorong agar Tomme de Merapi ini bisa menjadi indikasi geografis dari DIY,” kata Agung.

Kemudian tim Kanwil Kemenkumham DIY juga melihat langsung ruang produksi keju Tomme de Merapi. Selain itu, tim juga mengunjungi aging room atau tempat pemeraman keju yang menyimpan beragam jenis keju.

Pengurus Tomme de Merapi, Nieta Pricilia, menyambut langsung kedatangan tim Kanwil Kemenkumham DIY dan menjelaskan awal mula produksi keju yang dinamainya Mazaraat Cheese itu. Nieta dan suaminya, Muhammad Najib,  terus mengupayakan kerja sama dengan koperasi peternak yang ada di Sleman.

Nieta dan Najib bekerja sama dengan peternak yang memproduksi susu sapi dan kambing organik, yakni susu yang dihasilkan dari kambing dan sapi yang diberi pakan rumput liar tanpa pestisida.

Selain itu, bahan baku yang dipergunakan terbilang unik karena ternak sapi dan kambing memakan rumput yang tumbuh di tanah yang terpapar abu vulkanik Gunung Merapi, sehingga susu yang dihasilkan berbeda dengan apa yang ada di pasaran.


Produksi keju milik Nita telah berbadan hukum sejak 2015 dan kini telah menghasilkan 23 jenis keju berbeda yang diproduksi secara bergantian. Keju yang diolah dari susu yang diambil dari peternak di lereng Merapi itu kini telah merambah distribusi ke hotel-hotel bintang 4 dan 5 di Yogyakarta, Bali, dan Jakarta.


“Kami dulu mulai memasarkannya di ekspatriat-ekspatriat yang ada di Jogja, tapi sekarang porsinya  sudah 60 persen lokal dan 40 persen ekspatriat,” ujar Nieta.

Hadir dalam kunjungan tersebut antara lain Plh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Rahmi Widhiyanti, Kepala Bidang  Pelayanan Hukum Yustina Elistya Dewi, Kepala Subbidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Vanny Aldilla, serta tim Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumham DIY.

Untuk diketahui, indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor itu memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.


DIY sendiri telah memiliki tiga produk indikasi geografis yang terdaftar, yaitu batik tulis Nitik Yogyakarta, gula kelapa Kulonprogo, dan salak pondoh Sleman.


Selain itu, ada tiga potensi indikasi geografis di DIY yang masih dalam proses pendaftaran di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Yaitu, jambu air Dalhari Sleman, gerabah Kasongan Bantul, dan kopi robusta Merapi Sleman.

Dari daftar di bawah ini, mana nih Hape favorit Kamu?



Sumber:Republika